Sunday, 17 July 2011

Kuliah Terakhir

Selasa 16 Agustus adalah malam kuliah terakhir kami di MIKOM. Merupakan penanda berakhirnya perkuliahan catur wulan 3 angkatan III.

Gak terasa kami sudah sudah menyelesaikan semua mata kuliah. Catur wulan ke 4 akan lebih banyak untuk thesis - kerja individu.

Malam itu merupakan saat istimewa karena perkuliahan berakhir hampir jam 23.00. Biasanya kami bubaran jam 21.30 (jadwal resmi) atau beberapa menit bahkan setengah jam sebelumnya.

Adalah Pak Djoko Setiabudi yang menjadi dosen kami. Mata kuliah Manajemen Pemasaran Sosial. Pertemuan terakhir diisi presentasi 5 mahasiswa: Dhani, Pak Rus, Febi, aku sendiri, dan Pak Yama. Sehabis diskusi sesat setelah presentasiku berakhir, beberapa teman kuliah memilih pulang duluan (malam makin larut) karena ada keperluan.

Presentasi terakhir, Pak Yama, diikuti aku, Lucy, Deka, dan Pak Rus. Diskusi ngalor-ngidul tentang berbagai isu menarik seputar topik pemasaran sosial mengantar kami mendekati pukul 23.00 malam.

Kami lalu bubar. Kelas terakhir berakhir sangat larut .. rekor.

Sampai jumpa teman-teman ... (hiks .. apakah blog HARUS berakhir di sini?)

Tuesday, 19 April 2011

Mata Kuliah Perilaku Konsumen (Universitas Terbuka)

LINK LENGKAP

Mata kuliah perilaku konsumen ini membahas tiga bagian besar, yaitu konsumen sebagai individu, konsumen sebagai bagian dari anggota masyarakat, dan pengambilan keputusan konsumen. Pembahasan mata kuliah ini diawali dengan materi tentang konsep-konsep dasar perilaku konsumen, persepsi, pembentukan sikap dan perubahannya, kepribadian sebagai determinan internal yang mempengaruhi perilaku seorang konsumen. Selanjutnya dibahas tentang masalah faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen yang meliputi pengaruh kelompok, keluarga, kelas sosial, serta pengaruh budaya baik lokal maupun global (antar budaya). Selain itu, dibahas juga tentang topik pengambilan keputusan konsumen yang meliputi konsep dasar pengambilan keputusan itu sendiri, proses pengambilan keputusan, dan model-model pengambilan keputusan konsumen. Untuk mempertajam pembahasan, mata kuliah ini juga dilengkapi dengan sejumlah studi kasus, baik kasus di Indonesia maupun di sejumlah negara asing. Selanjutnya, pembahasan ditutup dengan menyajikan hal-hal yang terkait dengan penelitian di seputar perilaku konsumen, konsumerisme, lembaga perlindungan konsumen, serta perilaku konsumen di era global.

TINJAUAN MATA KULIAH

Mata kuliah Perilaku Konsumen ini terutama akan membahas tentang (1) aspek-aspek psikologis dari perilaku konsumen (2) berbagai faktoreksternal yang mempengaruhi perilaku konsumen (3) mekanisme dari proses pengambilan keputusan, dan (4) bagaimana informasi tentang perilaku konsumen ini digunakan dalam penyusunan strategi pemasaran. Penjelasan tentang aspek-aspek tersebut mungkin tidak akan berdiri sendiri, akan tetapi dijelaskan secara integral. Pemahaman terhadap faktor-faktor tersebut dapat bermanfaat bagi para pemasar atau produsen serta siapa pun yang berkepentingan dengan konsumen untuk mempengaruhi keputusan konsumen dan memperkirakan perilaku konsumen.

Studi Perilaku Konsumen merupakan bagian dari studi pemasaran yang dikembangkan dari kajian antar disiplin ilmu, seperti ilmu psikologi, ekonomi, sosiologi, dan antropologi. Studi ini berkembang menjadi suatu disiplin ilmu yang terpisah ketika para pemasar menyadari bahwa konsumen tidak selalu melakukan tindakan atau memberi reaksi sesuai dengan yang disarankan dalam teori-teori pemasaran yang ada.

Buku materi pokok ini terbagi dalam 9 modul. Modul pertama membahas tentang perkembangan studi Perilaku Konsumen dan peran perilaku konsumen dalam pengembangan strategi pemasaran.

Modul kedua sampai dengan modul keempat menjelaskan berbagai aspek psikologis dari perilaku konsumen. Modul kedua memaparkan tentang motivasi yang mendorong seseorang untuk berperilaku serta persepsi yang merupakan sikap seseorang terhadap sesuatu. Modul ketiga menjelaskan tentang konsep dasar dan model pembentukan dan perubahan sikap. Modul keempat membahas beberapa konsep yang terkait dengan konsumen sebagai individu yang meliputi kepribadian, konsep diri, gaya hidup, dan psikografi.

Modul kelima sampai ketujuh membahas berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku konsumen. Modul kelima menjelaskan tentang pengertian kelompok, klasifikasi serta komponen kelompok. Modul ini juga memaparkan tentang peran kelompok dalam mempengaruhi perilaku konsumen. Modul keenam menguraikan tentang konsep keluarga dan kelas sosial serta perannya dalam pembentukan perilaku konsumen. Modul ketujuh dimulai dengan pembahasan tentang berbagai konsep budaya dan bagaimana budaya mempengaruhi perilaku konsumen. Modul ini dilanjutkan dengan pembahasan tentang subbudaya yang meliputi subbudaya sebagai segmen pasar, serta pengaruh lintas budaya dan subbudaya terhadap perencanaan pemasaran.

Modul kedelapan memaparkan tentang proses pengambilan keputusan konsumen. Modul ini dimulai dengan menjelaskan pengertian keputusan serta perspektif dalam pengambilan keputusan konsumen untuk memberikan pemahaman awal tentang pengambilan keputusan. Pembahasan dilanjutkan dengan tahap-tahap yang dilalui oleh konsumen dalam membuat keputusan pembelian yang meliputi pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi, keputusan pembelian, dan perilaku pascapambelian. Modul ini juga memaparkan berbagai model pengambilan keputusan.

Buku materi pokok ini diakhiri dengan pembahasan tentang isu-isu yang terkait dengan konsumerisme, perlindungan konsumen, serta pengaruh globalisasi terhadap perilaku konsumen.

Secara ringkas, proses pengambilan keputusan konsumen serta aspek-aspek yang mempengaruhinya dapat digambarkan, seperti gambar berikut ini.

Setelah mempelajari mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menerapkan konsep dan teori perilaku konsumen dalam penyusunan strategi pemasaran. Sistematika dari Buku Materi Pokok ini dapat dilihat dari desain instruksional yang menggambarkan tujuan instruksional tiap topik bahasan dan kompetensi-kompetensi pendukung yang harus dikuasai untuk mencapai kompetensi utama mata kuliah ini. Desain instruksional ini juga merupakan sistematika yang dianjurkan bagi mahasiswa dalam mempelajari Buku Materi Pokok ini.

DAFTAR PUSTAKA

MODUL 1
PEMAHAMAN KONSEP DAN STUDI PERILAKU KONSUMEN DALAM PENGEMBANGAN STRATEGI PEMASARAN
Kegiatan Belajar 1: Konsep Dasar Perilaku Konsumen
Rangkuman

Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang/ organisasi dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk atau jasa setelah dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumen akan diperlihatkan dalam beberapa tahap yaitu tahap sebelum pembelian, pembelian, dan setelah pembelian. Pada tahap sebelum pembelian konsumen akan melakukan pencarian informasi yang terkait produk dan jasa. Pada tahap pembelian, konsumen akan melakukan pembelian produk, dan pada tahap setelah pembelian, konsumen melakukan konsumsi (penggunaan produk), evaluasi kinerja produk, dan akhirnya membuang produk setelah digunakan.

Konsumen dapat merupakan seorang individu ataupun organisasi, mereka memiliki peran yang berbeda dalam perilaku konsumsi, mereka mungkin berperan sebagai initiator, influencer, buyer, payer atau user.

Dalam upaya untuk lebih memahami konsumennya sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, perusahaan dapat menggolongkan konsumennya ke dalam kelompok yang memiliki kemiripan tertentu, yaitu pengelompokan menurut geografi, demografi, psikografi, dan perilaku.

Kegiatan Belajar 2: Perilaku Konsumen sebagai Sebuah Studi
Rangkuman

Perilaku konsumen adalah salah satu cabang dari ilmu manajemen, yaitu lebih spesifik lagi bidang pemasaran. Studi tentang perilaku konsumen merupakan integrasi antara berbagai bidang ilmu, yaitu ekonomi, sosiologi, antropologi, dan psikologi. Seiring dengan perkembangan zaman, studi perilaku konsumen ini juga makin berkembang.

Studi perilaku konsumen muncul seiring dengan berkembangnya konsep pemasaran, yang merupakan cara pandang pemasar dalam menghadapi konsumen dan pesaingnya, di mana pemasar berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen secara lebih efektif dari para pesaingnya. Tujuannya adalah memperoleh kepuasan pelanggan. Sehingga ilmu perilaku konsumen dibutuhkan untuk mengidentifikasi apa kebutuhan dan keinginan konsumen dan pelanggan tersebut sehingga pemasar mampu menyusun dan mengimplementasikan strategi pemasaran yang tepat untuk karakteristik konsumen yang menjadi target pasar.

Pemahaman tentang konsumen ini diperoleh pemasar melalui penelitian-penelitian perilaku konsumen sehingga dapat dipertanggung-jawabkan kebenaran informasi yang terima dan digunakan dalam penyusunan strategi pemasaran.

Kegiatan Belajar 3: Perilaku Konsumen dan Strategi
Rangkuman

Perilaku konsumen terkait dengan strategi pemasaran, di mana pemasaran harus mampu menyusun kriteria pembentukan segmen konsumen, kemudian melakukan pengelompokan dan menyusun profil dari konsumen tersebut. Kemudian, pemasar memilih salah satu segmen untuk dijadikan pasar sasaran. Dan setelah itu, pemasar menyusun dan mengimplementasikan strategi bauran pemasaran yang tepat untuk segmen tersebut.

Studi tentang perilaku konsumen juga tidak terlepas pada masalah riset pemasaran. Riset pemasaran adalah salah satu perangkat dalam Sistem Informasi Manajemen (SIM), yang melakukan pengumpulan informasi tentang sikap, motivasi, keinginan, dan hal-hal lainnya tentang konsumen. Informasi ini digunakan sebagai dasar bagi pembentukan karakteristik dari segmen konsumen sehingga konsumen dapat dikelompokkan dan diidentifikasikan, dan dapat dibedakan dari segmen lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Gary; Philip Kotler; Geoffrey da Silva. (2005). Marketing: An Introduction An Asian Perspective. Prentice-Hall. New Jersey: Upper Saddle River.
Cravens, David W. (2000). Strategic Marketing. 6th ed. Mc Graw Hill.
Loudon, David L. dan Albert J. Della Bitta. (1993). Consumer Behavior. 4th ed. McGraw Hill.
Schiffman, Leon G. dan Leslie Lazar Kanuk. (2000). Consumer Behavior. 7th ed. Prentice Hall. New Jersey: Upper Saddle River.
Engel, J.F.; Blackwell, R.D., dan Miniard, P.W.(1990). Consumer Behavior, 6th ed. Orlando, Florida: The Dryden Press.
Kotler, Philip. (2003). Marketing Management, 11th ed. Prentice Hall. New Jersey: Upper Saddle River.
Majalah SWA Sembada. No. 06/XIX/17-30 Maret 2005
Majalah Marketing. No. 08/V/Agustus 2005
Mowen, John C., Michael Minor. (1999). Consumer Behavior. 5th Edition. Prentice-Hall. New Jersey: Upper Saddle River.
Solomon, Michael R. (2000). Consumer Behavior. Buying, Having and Being. 5th ed. Prentice Hall. New Jersey: Upper Saddle River.
Sumarwan, Ujang, Dr. Ir, MSc. (2003). Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Edisi Pertama. Indonesia: Ghalia.


MODUL 2
MOTIVASI DAN PERSEPSI
Kegiatan Belajar 1: Motivasi
Rangkuman

Motivasi sebagai tenaga dorong dalam diri individu yang memaksa mereka untuk bertindak, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen merasakan ketidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan.

Untuk memahami kebutuhan manusia, Teori Maslow dan McClelland menggambarkan bahwa manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang berbeda sehingga hal ini dapat digunakan pemasar untuk mendorong konsumsi suatu produk dan atau jasa.

Kegiatan Belajar 2: Persepsi
Rangkuman

Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia, yaitu proses “bagaimana kita melihat dunia di sekeliling kita”. Stimuli ini diterima oleh alat pancaindra manusia. Stimuli mana yang akan diproses tergantung dari apakah stimuli dapat masuk ke dalam proses untuk menginterpretasikannya. Untuk dapat masuk ke dalam proses interpretasi suatu stimuli harus mampu mengekspos manusia (mendapat perhatian) melalui indra penerimaan, artinya harus diperhatikan ambang penerimaan stimuli manusia. Setelah stimuli diterima maka proses interpretasi dapat dilakukan yang terkait dengan faktor individu.

DAFTAR PUSTAKA

Loudon, David L. dan Albert J. Della Bitta. (1993). Consumer Behavior. 4th Ed. McGraw Hill.
Schiffman, Leon G., Leslie Lazar Kanuk. (2004). Consumer Behavior. 8th Ed. Prentice Hall.
Solomon, M.R. (1999). Consumer Behavior: Buying, Having, Being. 4th Ed. Prentice Hall, New Jersey.
Sumarwan, Ujang, Dr. Ir, M.Sc. (2003). Perilaku Konsumen, Teori, dan Penerapannya dalam Pemasaran. Edisi Pertama. Ghalia Indonesia.


MODUL 3
KONSEP DASAR, MODEL, PEMBENTUKAN, DAN PERUBAHAN SIKAP
Kegiatan Belajar 1: Sikap
Rangkuman

Terdapat beberapa pengertian sikap yang disampaikan oleh para ahli. Intinya sikap adalah perasaan dari konsumen (positif dan negatif) dari suatu objek setelah dia mengevaluasi objek tersebut. Semakin banyak objek yang dievaluasi akan semakin banyak sikap yang terbentuk.

Sikap memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi penyesuaian, ego defensive, ekspresi nilai, dan pengetahuan. Untuk lebih memahami sikap perlu dipahami beberapa karakteristik sikap, diantaranya memiliki objek, konsisten, intensitas dan dapat dipelajari.

Kegiatan Belajar 2: Model dan Teori Sikap
Rangkuman

Perkembangan teori tentang sikap sudah sangat maju. Sikap juga dapat digambarkan dalam bentuk model. Model tradisional menggambarkan pengaruh informasi dari lingkungan luar pribadi seseorang, di mana informasi tersebut akan diolah dengan menggunakan elemen internal dari seseorang, untuk menghasilkan sikap terhadap objek. Model analisis konsumen menyebutkan bahwa sikap terdiri dari komponen perasaan (affect) dan kognitif, perilaku, serta lingkungan. Model tiga komponen dan model ABC menyatakan bahwa sikap konsumen dibentuk oleh faktor kognitif, afektif, dan konatif (perilaku atau kecenderungan untuk berperilaku). Teori kongruitas menggambarkan pengaruh antara dua jenis objek, di mana kekuatan satu sama lain dapat saling mempengaruhi persepsi konsumen. Dan model terakhir adalah model Fishbein yang merupakan kombinasi dari kepercayaan objek terkait dengan atribut dan intensitas dari kepercayaan tersebut. Model Fishbein ini kemudian dimodifikasi dengan menambahkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku dan norma subjektif.

Kegiatan Belajar 3: Pembentukan Sikap
Rangkuman

Sikap yang terbentuk biasanya didapatkan dari pengetahuan yang berbentuk pengalaman pribadi. Sikap juga dapat terbentuk berdasarkan informasi yang diterima dari orang lain, yang memiliki pengaruh. Kelompok juga menjadi sumber pembentukan sikap yang cukup berpengaruh.

Alur pembentukan sikap dimulai ketika seseorang menerima informasi tentang produk atau jasa. Informasi tersebut, kemudian dievaluasi dan dipilah, berdasarkan kebutuhan, nilai, kepribadian, dan kepercayaan dari individu. Sehingga terjadilah pembentukan, perubahan atau konfirmasi dalam kepercayaan konsumen terhadap produk, serta tingkat kepentingan dari tiap atribut produk terhadap dirinya atau terhadap kebutuhannya saat ini. Hasil akhirnya adalah terbentuknya sikap dari individu terhadap suatu objek (produk, jasa atau hal lainnya). Tingkat komitmen dari pembentukan sikap beragam, mulai dari compliance, identification, sampai kepada internalization. Dalam prinsip konsistensi sikap, terdapat harmoni antara pemikiran, perasaan, dan perbuatan, yang cenderung menimbulkan usaha untuk menciptakan keseimbangan antara ketiganya. Adanya disonansi antara elemen sikap dan perilaku dapat direduksi dengan menghilangkan, menambah atau mengubah keduanya (teori disonansi kognitif). Teori persepsi diri menyatakan bahwa sikap dapat ditentukan dari perilaku yang diobservasi. Adanya penerimaan dan penolakan pesan berdasarkan standar yang dibentuk dari sikap sebelumnya terdapat dalam teori penilaian sosial.

Kegiatan Belajar 4: Perubahan Sikap
Rangkuman

Strategi perubahan sikap dapat dilakukan baik terhadap produk dengan keterlibatan tinggi, maupun untuk produk dengan tingkat keterlibatan rendah. Usaha mengarahkan audiens untuk produk dengan keterlibatan rendah ditempuh dengan mentransformasi situasi ke arah keterlibatan konsumen yang tinggi. Adapun strategi perubahan sikap konsumen terhadap produk atau jasa tertentu dilakukan dengan menggunakan saluran komunikasi persuasif, yang mengikuti alur proses komunikasi yang efektif. Pemasar harus mampu mengidentifikasi, menganalisis, dan mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan dapat menyebabkan perubahan sikap dari penerima pesan atau konsumen. Faktor sumber, pesan, dan penerima pesan dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan perubahan sikap dan tentunya perubahan perilaku positif dari konsumen yang diharapkan oleh pemasar. Kredibilitas dari sumber pesan menjadi fokus dari komunikasi persuasif. Dalam mengelola pesan, yang harus diperhatikan adalah struktur, urutan, dan makna yang terkandung dalam pesan. Karakteristik dari penerima pesan, yang meliputi kepribadian, mood, dan jenis kepercayaan yang dimiliki juga menjadi faktor penentu keberhasilan komunikasi persuasif.

DAFTAR PUSTAKA

Baron, Robert A., dan Don Byrne. (1987). Social Psychology: Understanding Human Interaction. 5th ed. Boston: Allyn dan Bacon.
Fishbein, Martin. (1975). Attitude, Attitude Change dan Behavior. A Theoretical Overview in Attitude Research Bridge the Atlantic. Ed. Philip Levne Chicago: American Marketing Association, pp. 3-16
Loudon, David L. dan Albert J. Della Bitta. (1993). Consumer Behavior. 4th Ed. McGraw Hill.
Peter, J. Paul dan Jerry. Olson. (2005). Consumer Behavior and Marketing Strategy. 7th Ed. New York: McGraw Hill.
Schiffman, Leon G., Leslie Lazar Kanuk. (2000). Consumer Behavior. 7th Ed. Prentice Hall.
Solomon, Michael R. (1999). Consumer Behavior: Buying, Having, Being. 4th Ed. New Jersey: Prentice Hall.
Solomon, Michael R., (2004). Consumer Behavior: Buying, Having, Being, 4th Ed. New Jersey: Prentice Hall.
Sumarwan, Ujang, Dr. Ir, MSc. (2003). Perilaku Konsumen, Teori, dan Penerapannya dalam Pemasaran. Edisi Pertama. Indonesia: Ghalia.


MODUL 4
KEPRIBADIAN, KONSEP DIRI, GAYA HIDUP, DAN PSIKOGRAFI
Kegiatan Belajar 1: Kepribadian
Rangkuman

Konsep kepribadian (personality) dibahas secara teoretis oleh para pakar melalui berbagai sudut pandang yang beraneka ragam, diantaranya menekankan pembahasan kepribadian pada pengaruh sosial dan lingkungan terhadap pembentukan kepribadian secara kontinu dari waktu ke waktu, serta menekankan pada pengaruh faktor keturunan dan pengalaman di awal masa kecil terhadap pembentukan kepribadian.

Tiga karakteristik yang perlu dibahas dalam pembahasan mengenai kepribadian adalah kepribadian mencerminkan perbedaan antarindividu, kepribadian bersifat konsisten dan berkelanjutan, dan kepribadian dapat mengalami perubahan.

Dalam mempelajari kaitan antara kepribadian dan perilaku konsumen, 3 teori kepribadian yang sering digunakan sebagai acuan adalah teori Freudian, Neo Freudian dan teori traits.

Teori Freudian yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud, mengungkapkan teori psychoanalytic dari kepribadian yang menjadi landasan dalam ilmu psikologi. Berdasarkan teori Freud, kepribadian manusia terdiri dari 3 bagian atau sistem yang saling berinteraksi satu sama lain. Ketiga bagian tersebut adalah id, superego dan ego. Teori kepribadian Neo-Freudian mengemukakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pembentukan kepribadian manusia bukan dari dirinya sendiri, tetapi dari hubungan sosial. Berdasarkan teori trait, kepribadian diukur melalui beberapa karakteristik psikologis yang bersifat spesifik yang disebut dengan trait. Salah satu tes yang dikenal adalah selected single- trait personality.

Dalam pemahaman mengenai berbagai karakteristik konsumen yang mempengaruhi perilaku mereka dalam melakukan pembelian, beberapa diantaranya adalah keinovatifan konsumen, faktor kognitif konsumen, tingkat materialisme konsumen, dan ethnocentrism konsumen.

Selain product personality, konsumen juga mengenal brand personality, di mana mereka melihat perbedaan trait pada tiap produk yang berbeda juga. Semua kesan yang berhasil ditampilkan oleh merek tersebut dalam benak konsumen menggambarkan bahwa konsumen dapat melihat karakteristik tertentu dari produk, kemudian membentuk brand personality.

Kegiatan Belajar 2: Konsep Diri
Rangkuman

Konsep diri adalah bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri yang kadang-kadang akan berbeda dari pandangan orang lain. Konsep diri konsumen terbagi ke dalam 4 dimensi, yaitu bagaimana mereka sesungguhnya melihat dirinya sendiri, bagaimana mereka ingin melihat diri mereka sendiri, bagaimana sesungguhnya orang lain melihat diri mereka, dan bagaimana mereka ingin orang lain melihat diri mereka.

Bagaimana konsumen memandang diri mereka dapat menjadi dorongan yang kuat pada perilaku mereka di pasar sehingga pemasar dapat menggunakan konsep diri ini dalam merancang strategi pemasaran, misalnya dalam menciptakan merek atau produk baru.

Extended self merujuk pada kecenderungan seseorang untuk mendefinisikan dirinya sendiri berdasarkan kepemilikannya (possession). Kepemilikan yang dimaksud di sini tidak harus sesuatu yang besar, seperti rumah atau mobil, tetapi dapat berupa benda-benda kecil, seperti pigura. Penelitian memperlihatkan, konsumen cenderung untuk memilih produk atau merek yang sesuai dengan dirinya atau dengan apa yang ingin dicapainya sebagai manusia. Lebih banyak wanita daripada pria yang menganggap bahwa produk yang mereka gunakan mencerminkan kepribadiannya sendiri.

Pemasar sebaiknya mengembangkan citra produk sedemikian rupa sehingga sesuai dengan konsep diri yang dianut oleh konsumen. Meskipun konsep diri yang dimiliki seseorang bersifat sangat unik, ada kemungkinan konsep diri antar individu memiliki beberapa kemiripan.

Kegiatan Belajar 3: Gaya Hidup
Rangkuman

Gaya hidup merupakan pola hidup yang menentukan bagaimana seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang dan energi dan merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaan. Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan.

Konsep gaya hidup konsumen sedikit berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang hidup, bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka. Kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada perspektif internal, yang memperlihatkan karakteristik pola berpikir, perasaan dan persepsi mereka terhadap sesuatu.

Gaya hidup yang diinginkan oleh seseorang mempengaruhi perilaku pembelian yang ada dalam dirinya, dan selanjutnya akan mempengaruhi atau bahkan mengubah gaya hidup individu tersebut.

Berbagai faktor dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang diantaranya demografi, kepribadian, kelas sosial, daur hidup dalam rumah tangga. Kasali (1998) menyampaikan beberapa perubahan demografi Indonesia di masa depan, yaitu penduduk akan lebih terkonsentrasi di perkotaan, usia akan semakin tua, melemahnya pertumbuhan penduduk, berkurangnya orang muda, jumlah anggota keluarga berkurang, pria akan lebih banyak, semakin banyak wanita yang bekerja, penghasilan keluarga meningkat, orang kaya bertambah banyak, dan pulau Jawa tetap terpadat.

Kegiatan Belajar 4: Psikografi
Rangkuman

Psikografi adalah variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur gaya hidup. Bahkan sering kali istilah psikografi dan gaya hidup digunakan secara bergantian. Beberapa variabel psikografi adalah sikap, nilai, aktivitas, minat, opini, dan demografi. Analisis terhadap variabel-variabel psikografis telah banyak membantu pemasar untuk mengelompokkan konsumen berdasarkan kesamaan tertentu. Hal ini akan membantu penetapan strategi pemasaran agar sesuai dengan target konsumen.

Pengukuran psikografi dapat dilakukan dalam tingkat kespesifikan yang berbeda-beda. Pada satu sisi ekstrem terdapat pengukuran yang bersifat umum yang menyangkut cara-cara umum dalam menjalani kehidupan. Pada satu sisi ekstrem lainnya adalah pengukuran terhadap variabel secara spesifik.

Kebanyakan pengukuran yang dilakukan terhadap psikografis menggunakan variabel-variabel sikap, nilai, demografis dan geografis untuk mengelompokkan konsumen berdasarkan kesamaan-kesamaan tertentu. Pengelompokan yang dilakukan terhadap wanita Inggris menurut gaya hidup yang dicerminkan dari kosmetik yang digunakan, tempat membeli, usia serta kelas sosial menghasilkan 6 kelompok konsumen yaitu self aware, fashion-directed, green goodness, conscience-stricken, dan dowdies. Pengelompokan lainnya dikenal dengan sistem VALS (6 kelompok), MONITOR Mindbase Yankelovich (8 kelompok), Analisis Geo-Demographis (PRIZM) (8 kelompok), dan Global Scan (5 kelompok).

DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Gary, Philip Kotler, dan Geoffrey da Silva. (2005). Marketing: An Introduction an Asian Perspective. Singapore: Prentice-Hall.
Hawkins, Del I., Roger J. Best, dan Kenneth A. Coney. (2001). Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. USA: McGraw-Hill.
Kasali, Rhenald. (1998). Membidik Pasar Indonesia: Segmentasi, Targeting, Positioning. Cetakan Kelima. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Loudon, David L. dan Albert J. Della Bitta. (1993). Consumer Behavior. 4th Ed. McGraw Hill.
Mowen, John C., Michael Minor. (1998). Consumer Behavior. 4th Ed. New Jersey: Prentice-Hall.
Peter, J. Paul. dan Jerry C. Olsen. (1996). Consumer Behavior and Marketing Strategy. USA: 4th Ed.
Setiadi, Nugroho J. (2003). Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Cetakan Kedua. Jakarta: Prenata Media.
Schiffman, Leon G., Leslie Lazar Kanuk. (2004). Consumer Behavior. 8th Ed. New Jersey: Prentice-Hall.
Solomon, Michael R. (1999). Consumer Behavior. 4th Ed. New Jersey: Prentice-Hall.
Solomon, Michael R., Greg W. Marshall, dan Elnora W. Stuart. (2006). Marketing: Real People, Real Choice. 4th Ed. Singapore: Prentice-Hall.


MODUL 5
FUNGSI KELOMPOK DAN KELOMPOK REFERENSI DALAM MEMPENGARUHI KONSUMEN
Kegiatan Belajar 1: Konsep Dasar Kelompok
Rangkuman

Kelompok merupakan kumpulan individu-individu yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya selama periode waktu tertentu untuk suatu kebutuhan atau tujuan bersama.

Untuk dapat memahami karakteristik kelompok, perlu dipahami beberapa hal yang terkait dengan kelompok, yaitu status, norma, peran, sosialisasi, dan kekuasaan yang ada di dalam kelompok.

Kekuasaan yang mempengaruhi kelompok ini dapat mempengaruhi perilaku anggotanya, diantaranya kekuasaan karena pemberian penghargaan/hadiah (reward power), kekuasaan karena paksaan melalui hukuman/sangsi (coercive power), kekuasaan yang sah (legitimate power), kekuasaan karena keahlian (expert power), dan kekuasaan karena perasaan/keinginan untuk menjadi anggota kelompok (referent power).

Kegiatan Belajar 2: Pengaruh Kelompok terhadap Perilaku Konsumen
Rangkuman

Kelompok referensi/acuan adalah individu/kelompok nyata atau khayalan yang memiliki pengaruh evaluasi, aspirasi, bahkan perilaku terhadap orang lain. Kelompok acuan (yang paling berpengaruh terhadap konsumen) mempengaruhi orang lain melalui norma, informasi, dan melalui kebutuhan nilai ekspresif konsumen.

Pemasar harus dapat mengidentifikasi peran seseorang di dalam kelompoknya dalam pengambilan keputusan, dan harus menekankan pada si pengambil keputusan. Penyesuaian dilakukan hanya untuk sekadar menyesuaikan diri agar diterima oleh kelompok atau penyesuaian yang mengubah kepercayaan. Orang butuh untuk menilai opini dan kemampuan mereka dengan membandingkannya dengan opini dan kemampuan orang lain. Dalam polarisasi kelompok, perbedaan pandangan antara kelompok dengan individu, dan kelompok dapat berubah pandangannya dikarenakan informasi dan budaya yang ada.

Kelompok acuan dapat berbentuk organisasi formal yang besar, terstruktur dengan baik, memiliki jadwal pertemuan rutin, dan karyawan-karyawan yang tetap. Di lain pihak, kelompok acuan juga dapat berbentuk kelompok kecil dan informal. Kelompok acuan terdiri dari orang-orang yang dikenal secara mendalam (seperti keluarga atau sahabat) atau orang-orang yang dikenal tanpa ada hubungan yang mendalam (klien) atau orang-orang yang dikagumi (tokoh atau artis). Karena orang cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki kemiripan, mereka sering kali terpengaruh dengan mengetahui bagaimana orang lain menginginkan mereka menjalani hidup.

Kecenderungan orang untuk menjadi bagian dari kelompok acuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah keakraban, ekspos terhadap seseorang (Mere Exposure), dan kepaduan kelompok.

Terdapat beberapa bentuk kelompok acuan yang dapat mempengaruhi konsumen dalam perilaku konsumsi, yaitu kelompok pertemanan, kelompok belanja, kelompok kerja, komunitas maya dan kelompok aksi konsumen.

Seorang pemberi opini ini adalah orang yang sering kali mampu mempengaruhi sikap atau perilaku orang lain. Opinion leader memiliki sumber informasi yang berharga. Yang biasanya menjadi opinion leader adalah artis, ahli atau pakar di bidang tertentu, orang awam (biasa), pimpinan perusahaan, dan karakter.

DAFTAR PUSTAKA

Hawkins, Del I., Roger Y Best, dan Kenneth A Coney. (1993). Consumer Behavior. The Dryden Press.
Granbois, Donald H. (1968). Improving the Study of Consumer in Stone Behavior. Journal of Makketing, Vol.32.
Loudon, David L dan Albert J. Della Bitta. (1993). Consumer Behavior. 4th Ed. McGraw Hill.
Schiffman, Leon G. dan Leslie Lazar Kanuk. (2004). Consumer Behavior. 8th Ed. Prentice Hall.


MODUL 6
KELUARGA DAN KELAS SOSIAL
Kegiatan Belajar 1: Keluarga
Rangkuman

Rumah tangga (a household) terdiri dari anggota yang terkait dengan keluarga (family) dan semua orang-orang yang tidak terkait yang berada dalam suatu unit tempat tinggal (baik itu rumah, apartemen, kelompok kamar-kamar, dan lain-lain). Rumah tangga dapat terdiri dari dua jenis/ bentuk: keluarga (families) dan non-keluarga (non families).

Suatu keluarga mungkin merupakan suatu keluarga patriat (patriarchal family), di mana sang ayah dipertimbangkan sebagai anggota yang paling dominan, sedangkan dalam suatu keluarga matriat (matriarchal family), pihak wanita memainkan peran dominan, dan membuat banyak keputusan, sedangkan dalam equalitarian family, sang suami dan istri membagi secara seimbang pengambilan keputusan

Keluarga memiliki struktur sendiri, seperti juga yang terjadi pada masyarakat, di mana setiap anggota memainkan perannya masing-masing. Bagi pemasar adalah penting untuk membedakan peran setiap anggota keluarga dalam tujuan untuk mengoptimalkan strategi pemasaran. Asumsi yang dibuat mengenai peran-peran pembelian harus dicek melalui riset konsumen sehingga pemasar dapat membuat bauran pemasaran yang tepat ditujukan terhadap individu yang tepat.

Konsep siklus hidup keluarga atau rumah tangga telah terbukti sangat bermanfaat bagi pemasar, khususnya untuk aktivitas dari keluarga-keluarga seiring dengan berjalannya waktu. Dengan adanya konsep siklus hidup, pemasar mampu mengapresiasi kebutuhan keluarga, pembelian produk, dan sumber daya keuangan bervariasi sepanjang waktu.

Siklus hidup keluarga modern didasarkan pada usia (dari individu wanita dalam rumah tangga, jika tepat), yang ditelusuri dalam kelompok-kelompok usia muda (young), usia menengah (middle aged). Dan kelompok usia lebih tua (elderly). Usia yang beragam ini dipengaruhi oleh dua bentuk peristiwa penting, yaitu (1) pernikahan dan pemisahan (baik karena perceraian atau kematian), dan (2) hadirnya anak pertama dan anak paling akhir.

Kegiatan Belajar 2: Kelas Sosial
Rangkuman

Kelas sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki status kelas yang berbeda sehingga para anggota setiap kelas secara relatif mempunyai status yang sama`dan para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah.

Kategori kelas sosial biasanya disusun dalam hierarki, yang berkisar dari status yang rendah sampai yang tinggi. Dengan demikian, para anggota kelas sosial tertentu merasa para anggota kelas sosial lainnya mempunyai status yang lebih tinggi maupun lebih rendah dari pada mereka.

Aspek hierarkis kelas sosial penting bagi para pemasar. Para konsumen membeli berbagai produk tertentu karena produk-produk ini disukai oleh anggota kelas sosial mereka sendiri maupun kelas yang lebih tinggi, dan para konsumen mungkin menghindari berbagai produk lain karena mereka merasa produk-produk tersebut adalah produk-produk “kelas yang lebih rendah”.

Pendekatan yang sistematis untuk mengukur kelas sosial tercakup dalam berbagai kategori yang luas berikut ini: ukuran subjektif, ukuran reputasi, dan ukuran objektif dari kelas sosial.

Peneliti konsumen telah menemukan bukti bahwa di setiap kelas sosial, ada faktor-faktor gaya hidup tertentu (kepercayaan, sikap, kegiatan, dan perilaku bersama) yang cenderung membedakan anggota setiap kelas dari anggota kelas sosial lainnya.

Para individu dapat berpindah ke atas maupun ke bawah dalam kedudukan kelas sosial dari kedudukan kelas yang disandang oleh orang tua mereka. Yang paling umum dipikirkan oleh orang-orang adalah gerakan naik karena tersedianya pendidikan bebas dan berbagai peluang untuk mengembangkan dan memajukan diri.

Dengan mengenal bahwa para individu sering menginginkan gaya hidup dan barang-barang yang dinikmati para anggota kelas sosial yang lebih tinggi maka para pemasar sering memasukkan simbol-simbol keanggotaan kelas yang lebih tinggi, baik sebagai produk maupun sebagai hiasan dalam iklan yang ditargetkan pada audiens kelas sosial yang lebih rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Gary, Philip Kotler, dan Geoffrey da Silva. (2005). Marketing: An Introduction an Asian Perspective. Singapore: Prentice-Hall.
Hawkins, Del I., Roger J. Best, Kenneth A. Coney. (2001). Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. USA: McGraw-Hill.
Loudon, David L., Albert J. Della Bitta. (1993). Consumer Behavior. 4th Ed. McGraw Hill.
Mowen, John C., Michael Minor. (1998). Consumer Behavior. 4th Ed. New Jersey: Prentice-Hall.
Peter, J. Paul. dan Jerry C. Olsen. (1996). Consumer Behavior and Marketing Strategy. USA: 4th Ed.
Setiadi, Nugroho J. (2003). Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Cetakan Kedua. Jakarta: Prenata Media.
Schiffman, Leon G., Leslie Lazar Kanuk. (2004). Consumer Behavior. 8th Ed. New Jersey: Prentice-Hall.
Solomon, Michael R. (1999). Consumer Behavior. 4th Ed. New Jersey: Prentice-Hall.
Solomon, Michael R., Greg W. Marshall, Elnora W. Stuart. (2006). Marketing: Real People, Real Choice. 4th Ed. Singapore: Prentice-Hall.


MODUL 7
BUDAYA DAN SUBBUDAYA
Kegiatan Belajar 1: Budaya
Rangkuman

Dalam studi tentang budaya kita perlu memperhatikan karakteristik-karakteristik dari budaya itu sendiri, yaitu budaya itu ditemukan (invented), budaya dipelajari, budaya diyakini dan disebarluaskan secara sosial, budaya-budaya itu serupa tapi tidak sama, budaya itu memuaskan kebutuhan dan diulang-ulang secara konsisten (persistent), budaya bersifat adaptif, budaya itu terorganisasi dan terintegrasi, dan budaya itu dasar aturan (prescriptive).

Nilai adalah ide umum tentang tujuan yang baik dan yang buruk. Dari alur norma atau aturan yang menjelaskan tentang yang benar atau yang salah, yang bisa diterima dan yang tidak. Beberapa norma dikatakan sebagai enacted norms, di mana maksud dari norma tersebut terlihat secara eksplisit, benar dan salah. Namun, banyak norma lain yang lebih halus, ini adalah crescive norm yang telah tertanam dalam budaya dan hanya bisa terlihat melalui interaksi antaranggota dalam budaya.

Nilai-nilai budaya yang berlaku berbeda di setiap wilayah. Nilai yang berlaku di suatu Negara belum tentu berlaku di Negara atau bahkan bisa bertolak belakang dari nilai yang berlaku di Negara lain tersebut. Budaya mempengaruhi konsumen dalam sudut pandang terhadap dirinya dan orang lain, dan karenanya mempengaruhinya dalam berperilaku. Oleh karenanya, budaya sangat mempengaruhi bagaimana konsumen bereaksi atau berperilaku terhadap produk atau inovasi tertentu.

Kegiatan Belajar 2: Subbudaya
Rangkuman

Subbudaya adalah grup budaya dalam cakupan berbeda, yang menggambarkan segmen yang teridentifikasi dalam masyarakat yang lebih besar atau sebuah kelompok budaya tertentu yang berbeda yang hadir sebagai sebuah segmen dalam sebuah masyarakat yang lebih besar dan kompleks.

Analisa subbudaya memungkinkan manajer pemasaran untuk fokus dalam menentukan ukuran segmen pasar dan segmen pasar yang lebih natural. Subbudaya yang penting untuk diperhatikan adalah subbudaya kewarganegaraan, agama, lokasi geografis, ras, usia dan jenis kelamin (Schiffman dan Kanuk, 2004). Selain ketujuh hal tersebut, kelas sosial juga tergolong sebagai subbudaya karena kelas sosial akan mempengaruhi perilaku sebagai akibat dari keanggotaan pada kelas sosial tertentu, termasuk perilaku pada setiap kelas sosial masyarakat seluruh dunia.

Perusahaan yang bergerak dalam pasar global memiliki kebutuhan untuk mengembangkan perencanaan penasaran yang terpisah untuk tiap budaya atau penggunaan satu perencanaan pemasaran yang bisa diimplementasikan dalam tiap daerah/negara. Mengadaptasi budaya dari budaya lokal juga merupakan salah satu cara yang bisa dipertimbangkan.

Saat ini makin banyak konsumen yang dapat menerima barang dan gaya hidup yang digunakan oleh orang yang berada dalam belahan dunia yang lain. Mereka mempunyai peluang untuk mengadopsi produk dan praktik yang berbeda. Tingkat penerimaan seseorang terhadap budaya yang berbeda juga tergantung dari inisiatif konsumen itu sendiri, pengalaman mereka mempengaruhi sikap mereka dalam menerima produk yang berasal dari negara lain. Analisis konsumen lintas budaya didefinisikan sebagai dorongan untuk mengenali persamaan atau perbedaan apa yang terkandung antara konsumen di dua atau lebih negara. Tujuan utama dari analisis konsumen lintas budaya adalah untuk melihat bagaimana persamaan konsumen dalam dua atau lebih masyarakat, dan bagaimana perbedaan mereka.

Pengaruh lintas budaya dan subbudaya dapat berpengaruh terhadap strategi pemasaran, yang akan dibahas dalam bagian ini lebih pada strategi segmentasi dan 4P. Khusus terhadap 4P diharapkan dapat diambil dari pelajaran-pelajaran yang ada dalam kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi, misalnya dalam mendefinisikan produk, promosi, dan penetapan harga.

DAFTAR PUSTAKA

Loudon, David L., Albert J. Della Bitta. (1993). Consumer Behavior. 4th Ed. Mc-Graw Hill.
Mangkunegara, AA Anwar Prabu. (2002). Perilaku Konsumen. Edisi Revisi. Bandung: Refika Aditama.
Mowen, John C., Michael Minor. (1998). Consumer Behavior. 4th Ed. New Jersey: Prentice-Hall.
Peter, J. Paul., Jerry C. Olsen. (1996). Consumer Behavior and Marketing Strategy. USA: 4th Ed.
Prasetijo, Ristiyanti., John JOI Ihalauw. (2005). Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Setiadi, Nugroho J. (2003). Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Cetakan Kedua. Jakarta: Prenata Media.
Schiffman, Leon G., Leslie Lazar Kanuk. (2004). Consumer Behavior. 8th Ed. New Jersey: Prentice-Hall.
Solomon, Michael R. (1999). Consumer Behavior. 4th Ed. New Jersey: Prentice-Hall.


MODUL 8
PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN
Kegiatan Belajar 1: Konsep Dasar Pengambilan Keputusan Konsumen
Rangkuman

Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seorang konsumen harus memilih produk dan/atau jasa yang akan dikonsumsinya. Banyaknya pilihan yang tersedia, kondisi yang dihadapi, serta pertimbangan-pertimbangan yang mendasari akan membuat pengambilan keputusan satu individu berbeda dari individu lainnya. Pada saat seorang konsumen baru akan melakukan pembelian yang pertama kali akan suatu produk, pertimbangan yang akan mendasarinya akan berbeda dari pembelian yang telah berulang kali dilakukan. Pertimbangan-pertimbangan ini dapat diolah oleh konsumen dari sudut pandang ekonomi, hubungannya dengan orang lain sebagai dampak dari hubungan sosial, hasil analisa kognitif yang rasional ataupun lebih kepada ketidakpastian emosi (unsure emosional). Schiffman dan Kanuk (2004) menggambarkan bahwa pada saat mengambil keputusan, semua pertimbangan ini akan dialami oleh konsumen walaupun perannya akan berbeda-beda di setiap individu

Kegiatan Belajar 2: Proses Pengambilan Keputusan Konsumen
Rangkuman

Proses pengambilan keputusan diawali dengan adanya kebutuhan yang berusaha untuk dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan ini terkait dengan beberapa alternatif sehingga perlu dilakukan evaluasi yang bertujuan untuk memperoleh alternatif terbaik dari persepsi konsumen. Di dalam proses membandingkan ini konsumen memerlukan informasi yang jumlah dan tingkat kepentingannya tergantung dari kebutuhan konsumen serta situasi yang dihadapinya.

Keputusan pembelian akan dilakukan dengan menggunakan kaidah menyeimbangkan sisi positif dengan sisi negatif suatu merek (compensatory decision rule) ataupun mencari solusi terbaik dari perspektif konsumen (non-compensatory decision rule), yang setelah konsumsi akan dievaluasi kembali.

Kegiatan Belajar 3: Model Pengambilan Keputusan Konsumen
Rangkuman

Model-model pengambilan keputusan telah dikembangkan oleh beberapa ahli untuk memahami bagaimana seorang konsumen mengambil keputusan pembelian. Model-model pengambilan keputusan kontemporer ini menekankan kepada aktor yang berperan pada pengambilan keputusan yaitu konsumen, serta lebih mempertimbangkan aspek psikologi dan sosial individu.

DAFTAR PUSTAKA

Assael, Henry. (1992). Consumer Behaviour & Marketing Action. 4th Edition. Boston: PWS-Kent Publishing Company.
Loudon, David L., Albert J. Della Bitta. (1999). Consumer Behavior. 4th Edition. McGraw Hill
Neal, Cathy M. (2002). Consumer Behavior: Implication For Marketing Strategy. 3rd Edition McGraw Hill.
Peter, J. Paul & Jerry Olson. (2005). Consumer Behavior and Marketing Strategy, 7th Edition. New York: McGraw Hill.
Schiffman, Leon G., Leslie Lazar Kanuk. (2000). Consumer Behavior, 7th Edition. Prentice Hall.


MODUL 9
KONSUMERISME, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERUBAHAN PERILAKU
Kegiatan Belajar 1: Konsumerisme
Rangkuman

Konsumerisme adalah suatu gerakan sosial yang dilakukan oleh berbagai pihak yang bertujuan untuk meningkatkan posisi konsumen dalam berinteraksi dengan pihak penjual, baik sebelum, pada saat, dan setelah konsumsi dilakukan. Konsumen perlu mengetahui hak-haknya secara jelas sehingga apabila terjadi ketidaksesuaian yang dirasakan pada tiga fase tersebut, konsumen akan dapat mengidentifikasi letak ketidaksesuaiannya, di mana karena sumber permasalahan dapat berasal dari kecerobohan konsumen itu sendiri.

Perkembangan teknologi informasi dan era perdagangan bebas memunculkan masalah konsumerisme baru yang harus diwaspadai oleh berbagai pihak sehingga dapat mencegah dampak yang merusak bagi konsumen

Kegiatan Belajar 2: Model dan Penelitian terhadap Perilaku Konsumen
Rangkuman

Dalam usaha untuk lebih memahami perilaku konsumen, seorang pemasar akan melakukan penelitian yang terkait dengan konsumen dan produk yang dipasarkan. Penelitian ini dilakukan dalam upaya untuk mengumpulkan informasi mengenai karakteristik perilaku konsumen sehingga seorang pemasar akan dapat lebih mengenal siapa konsumennya, dan bagaimana perilaku mereka dalam mencari, menggunakan, dan membuang produk. Perilaku konsumen sangat kompleks dan melibatkan banyak variabel dalam analisis sehingga diperlukan model-model perilaku konsumen untuk menyederhanakan gambaran dan keterkaitan antar variabel tersebut dalam perilaku konsumen. Dengan berpedoman kepada model-model perilaku konsumen yang telah ada maka penelitian akan lebih mudah dilakukan karena variabel-variabel terkait sudah teridentifikasi di dalam model-model tersebut.

Kegiatan Belajar 3: Lembaga Perlindungan Konsumen
Rangkuman

Tidak pahamnya konsumen mengenai hak dan kewajibannya sebagai seorang konsumen yang menggunakan barang dan atau jasa yang disediakan oleh pelaku bisnis, sering kali menimbulkan permasalahan yang merugikan konsumen. Kerugian dapat berupa kerugian fisik (kesehatan dan keselamatan) maupun kerugian nonfisik yaitu uang. Sering kali konsumen hanya pasrah setelah menerima perlakuan yang merugikan mereka, yang disebabkan karena mereka tidak tahu bagaimana dan kepada siapa harus mengadukan permasalahannya.

Perlindungan konsumen ini tertuang dalam Undang-undang No.8 Tahun 1999 yang dikenal dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), di mana secara jelas diuraikan berbagai hal mengenai hak dan kewajiban konsumen dan pelaku bisnis serta pihak-pihak yang terkait dalam program Perlindungan Konsumen. Salah satu lembaga yang bergerak dalam perlindungan konsumen ini adalah Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang tujuan utamanya adalah untuk membantu konsumen Indonesia agar tidak dirugikan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa.

Kegiatan Belajar 4: Globalisasi dan Perubahan Perilaku Konsumen
Rangkuman

Globalisasi menghilangkan batas-batas negara untuk mengonsumsi suatu produk atau jasa. Teknologi informasi akan memudahkan konsumen untuk memperoleh informasi yang terkait dengan perilaku konsumsi, produk, dan gaya hidup di negara lain dan akan mempengaruhi perilaku konsumsinya sendiri. Teknologi informasi juga mempengaruhi pelaku bisnis dalam hal penyebaran informasi dan melakukan komunikasi dengan konsumen.

Pada saat seorang konsumen mengambil keputusan pembelian, mereka juga mempertimbangkan negara asal dari merek sebagai bahan evaluasi. Konsumen memiliki sikap, preferensi, dan persepsi tertentu terhadap produk atau jasa yang dihasilkan suatu negara. Efek negara asal ini mempengaruhi bagaimana konsumen menilai kualitas dan pilihan mereka terhadap produk yang akan dikonsumsi

DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Gary, Philip Kotler, Geoffrey da Silva. (2005). Marketing: An Introduction an Asian Perspective. Singapore: Prentice-Hall.
Air Bersih, YLKI. Tampung Pengaduan Pelanggan. (2006). Kompas, 28 Desember 2006
Hawkins, Del I., Roger J. Best, Kenneth A. Coney. (2001). Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. USA: McGraw-Hill.
Kian Marak. Penggunaan Formalin pada Makanan. (2005). Kompas 27 Desember 2005.
Kompas, 28 Desember 2005.
Loudon, David L. dan Albert J. Della Bitta. (1993). Consumer Behavior. 4th Ed. McGraw Hill.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. (2004). Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Rajawali Pers.
Mowen, John C dan Michael Minor. (1998). Consumer Behavior. 4th Ed. New Jersey: Prentice-Hall.
Nugroho, As’ad., Nanang Ismuharyoto, dan Nurhasan. (2004). Menghadapi Ketidakadilan Kaum Produsen: Rujukan untuk Menghadapi Segala Bentuk Kecurangan Pelaku Usaha. Lembaga Konsumen Jakarta. Piramedia.
Peter, J. Paul., Jerry C. Olsen. (1996). Consumer Behavior and Marketing Strategy. 4th Ed. USA.
Saidi, Zaim, Sudaryatmo, Nurhasan, As’ad, Ade Armando, Kurniawati, Prehati, dan Tulus Abadi. (2004). Mencari Keadilan: Bunga Rampai Penegakan Hak Konsumen. Cetakan Kedua. Lembaga Konsumen Jakarta
Schiffman, Leon G dan Leslie Lazar Kanuk. (2004). Consumer Behavior. 8th Ed. New Jersey: Prentice-Hall.
Setiadi, Nugroho J. (2003). Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Cetakan Kedua. Jakarta: Prenata Media.
Shofie, Yusuf. (2003). Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Shofie, Yusuf. (2003). Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK: Teori dan Praktik Penegakan Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Solomon, Michael R. (1999). Consumer Behavior. 4th Ed. New Jersey: Prentice-Hall.
Solomon, Michael R., Greg W. Marshall, dan Elnora W. Stuart. (2006). Marketing: Real People, Real Choice. 4 th Ed. Singapore: Prentice-Hall.
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. (2003). Hukum tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Gramedia.

Thursday, 7 April 2011

Kuliah Bonus

Pertemuan terakhir kuliah Managemen Industri Media yang diampu Pak Adi - hari ini - dimulai dengan presentasi Dani tentang pengamatan yang ia lakukan terhadap TV KU, televisi lokal di Semarang. Dani presentasi sekitar 10 menit dilanjut dengan diskusi satu dua hal terkait idealisme apa yang mendasari TV KU tetap bertahan sampai sekarang walaupun sebenarnya dari sisi bisnis, kemungkinan TV KU masih perlu kerja keras ...

Pak Rus memberi pencerahan dengan mengatakan bahwa TV KU sengaja dipertahankan oleh UDINUS (Universitas Dian Nuswantoro) sebagai corong lembaga dalam berpromosi dan menyiarkan cisi misi edukasi yang diembannya.

Setelah itu .. diskusi ngalor ngidul .. terjadilah ...

Ada banyak isu yang diobrolin teman-teman. Yang tidak relevan dengan materi kuliah termasuk tentang DPR, Vena Melinda (trafficking), Eko Patrio menanggapi Pramono Anung, lalu tentang Megawati dan kadersisai di PDI. Juga tentang apakah perlu menetapkan minimal SI bagi semua calon DPR (supaya mereka bisa lebih pintar menjalankan tugas sebagai legislator) ... dll ... dll.

Oh ya .. yang hadir malam ini: Umami, Feby, Pak Rus, Deka, Dani, Pak Yama, Meta, Puri, Andra, Lucy, dan aku doonk .. Yang gak hadir cuma Hilya ..

Wednesday, 23 March 2011

Tinjauan Kasus Komunikasi Strategis (3)

Kasus 3: World Growth: Communication Campaign

Cerita:
Dalam bidang lingkungan, World Growth – lembaga non-profit internasional, mungkin satu-satunya lembaga non-pemerintah yang terang-terangan ‘menunjukkan diri’ berseberangan dengan arus besar kampanye konservasi lingkungan yang dimotori Greenpeace dan WWF, atau dalam konteks Indonesia, WWF Indonesia dan WALHI. Mereka juga tidak segan mengkritik keras Bank Dunia yang dianggap, misalnya menerapkan metode penghitungan karbon yang tidak akurat. Lihat di sini: http://www.worldgrowth.org/forestry/index.cfm?sec=10&subSec=44&id=234

Menjadi beda memang tidak salah, tetapi upaya komunikasi yang dilakukan oleh World Growth dalam mendukung apa yang mereka percayai patut diacungi jempol.

Pembahasan:
Nama World Growth menjadi makin dikenal karena keaktifannya hadir dalam kolom opini untuk koran-koran besar. Di Indonesia, Alan Oaxley (Direktur World Growth) kerap menulis untuk Jakarta Post, Kompas, dan Jakarta Globe. Untuk tingkat internasional, Alan menjadi langganan Bloomberg, CNN, CNBC, Wall Street Journal, International Herald Tribune dan New York Times. Lewat press release dan newsletter yang dikirim ke seluruh dunia, World Growth hendak mengajak penduduk dunia membuka mata akan adanya sisi lain dari pertumbuhan perekonomian dunia – walaupun harus mengorbankan hutan dan merubah fungsinya menjadi ladang sawit. Dalam kasus Indonesia, World Growth terkesan membela Sinar Mas dalam kasus pembalakan liar selain terang-terangan menunjukkan persetujuan perlunya memperluas kebun sawit untuk memenuhi kebutuhan minyak dunia.

Bagi saya, komunikasi intensif yang dilakukan World Growth termasuk yang paling berhasil, terutama bila ditinjau dari teori kampanye komunikasi. Rice dan Atkin (1989) serta Storey (1987) dalam Windhal et al. (2009) menjelaskan 7 faktor penting keberhasilan suatu kampanye. Setidaknya dari 7 faktor tersebut, terdapat 4 hal yang saya amati dari World Growth selama ini:

  1. The role of mass media: komunikasi strategis World Growth sangat memahami hal ini dan memanfaatkan media massa seluas mungkin untuk menyuarakan visi mereka.
  2. Characteristics of source or medium: Alas Oaxley sangat tahu media apa yang menjadi panutan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Kemunculannya di media-media penting merupakan bukti.
  3. Campaign appeals: data dan informasi yang dipakai dalam komunikasi World Growth betul-betul bisa diandalkan. Paparannya mengacu pada kasus nyata, bukan abstraksi yang mengawang-awang.
  4. Timeliness, compatability dan accessibility: World Growth selalu memberikan respon cepat terkait isu yang muncul tiba-tiba. Tidak ada kata telat. Tampak sekali mereka memonitor setiap pergerakan ‘musuhnya’ (misal Greenpeace dan WWF) sehingga setiap ada opini keras dari kedua lembaga ini, World Growth akan serta merta memberikan sanggahan atau pendapat lain, tak kalah keras.

Tinjauan Kasus Komunikasi Strategis (2)

Kasus 2: JALIN MERAPI: Convergence Communication Model

Cerita:
Bencana erupsi Gunung Merapi sejak tanggal 26 Oktober 2010 direspon oleh Jaringan Informasi Lingkar Merapi (JALIN MERAPI) dengan menyajikan data dan informasi perkembangan Gunung Merapi dan dinamika masyarakatnya. Informasi JALIN MERAPI berasal langsung dari lapangan dan digali langsung dari dan oleh masyarakat setempat bersama jaringan relawan. Saluran informasi utama yang dipakai adalah website: http://merapi.combine.or.id/Jaringan

JALIN MERAPI menggunakan beragam media untuk menyampaikan data dan informasi penting dan terkini untuk mendukung proses pengambilan keputusan atau tindakan secara cepat dan tepat. JALIN MERAPI dapat diakses melalui website, situs jejaring sosial Twitter dan Facebook, SMS Gateway, radio komunikasi, telepon, dan posko informasi di lapangan yang dikelola oleh jaringan kerja kerelawanan yang bekerja 24 jam sehari. Posko informasi JALIN MERAPI saat ini telah dibangun di lima titik lokasi, yakni di Yogyakarta, Pakem, Srumbung, Dukun, Selo, dan Kemalang.

Pembahasan:
JALIN MERAPI dapat dilihat sebagai contoh model convergence communication yang dikembangkan oleh Kincaid (1979). Dalam model ini partisipan komunikasi bertukar informasi, menerjemahkan dan memahaminya untuk membentuk suatu keyakinan bersama yang menjadi dasar suatu tindakan. Proses komunikasi terjadi terus menerus. Keakuratan persepsi, penerjemahan, dan pemahaman menjadi tidak penting, sehingga di dalamnya bisa saja terjadi kesalahan penerjemahan dan pemahaman, bahkan juga memunculkan ketidak-percayaan.

Tetapi, melalu proses komunikasi yang convergence ini, para peserta komunikasi akan sampai pada suatu pemahaman bersama (mutual understanding) yang dapat dipakai sebagai dasar suatu aksi atau tindakan bersama. Mutual understanding sendiri dipahami sebagai proses yang tidak memiliki akhir, sehingga tolerasi terhadap terjadinya kesalahpahaman juga tinggi.

Kalau kita perhatikan, komunikator (sumber informasi) dalam JALIN MERAPI juga merupakan penerima pesan. Pesan berupa informasi tentang keadaan letusan Merapi, para pengungsi, penanganan pengungsi, dll. Semuanya disajikan dalam waktu bersamaan, dalam bentuk cerita, running text, pesan pendek Twitter, SMS, bahkan berita dari HT (radio komunikasi) yang juga direlay secara streaming lewat website. Sekali lagi, keakuratan informasi bukan sesuatu yang final, tetapi terus berubah-ubah. Dampak dari penafsiran informasi adalah tindakan bersama yang akan berpengaruh pada seluruh peserta komunikasi. Kalau ada kesalahan, itu akan segera dimaklumi.

Contoh:
Informasi tentang pergerakan lahar dingin disampaikan pengamat Gunung Merapi lewat HT. Pesan diterima oleh penanggung-jawab pengungsian yang membuat keputusan untuk memindahkan pengungsi. Informasi ini disajikan di website atau disebarluaskan lewat radio (dan media massa) sehingga arus bantuan bahan makanan kepada pengungsi bisa disesuaikan. Bila informasi lahar dingin tidak akurat (misal tidak sampai mempengaruhi lokasi pengungsian), maka keasalahan informasi itu diterima dengan arif. Koreksi pesan akan dilakukan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada.

Tinjauan Kasus Komunikasi Strategis (1)

Kasus 1: Program Kementerian Kesehatan: Teori tentang Waktu dan Ruang

Cerita:
Pagi tanggal 7 November 2010, Kementerian Kesehatan muncul di Metro TV (jam 07.05-07.30) dalam tayangan bertajuk Menuju Indonesia Sehat. Menteri Kesehatan muncul beberapa kali menjelaskan apa yang menjadi visi misi Kementerian Kesehatan serta apa yang sudah dan akan dilakukan terkait upaya membuat Indonesia menjadi negara yang lebih sehat. Ada obrolan tentang gizi buruk dan ibu hamil. Juga tentang keberhasilan berbagai program kesehatan. Jelas sekali tayangan ini bertujuan untuk mengharumkan nama Kementerian Kesehatan lewat beberapa keberhasilan kerja yang dicapai.

Bahasan:
Tayangan ini tidak menjadi soal bila diudarakan bukan pada saat Indonesia berduka karena musibah Gunung Merapi dan Tsunami Mentawai. Ada ironi bila kita mengaitkan apa yang muncul di tayangan TV dengan apa yang ‘dilakukan’ dan ‘tidak dilakukan’ oleh Kementerian Kesehatan dalam kondisi tanggap darurat di kedua lokasi bencana di atas. Secara umum, pemerintah diberi ‘rapor kurang bagus’ dalam hal penanganan bencana. Ironi yang dimaksud terasa sekali bila mendengar penjelasan Menteri Kesehatan terkait capaian-capaian Kementerian yang dia pimpin. Ada sumringah di tengah duka.

Dalam promosi kesehatan ini, timing merupakan elemen yang tidak diperhatikan oleh Kementerian Kesehatan. Atikins (1981) dalam Windhal et al. (2009) menyebutkan timing merupakan faktor penentu keberhasilan komunikasi. Solusi yang mungkin dai situasi ini adalah merubah waktu tayang.

Hal lain dari tayangan ini adalah menyangkut space (ruang). Dalam Windhal et al. (2009), sekurangnya ada 3 ahli yang berbicara mengenai hal ini: Barnlund (1968), Hall (1966), dan Autischer & Maier-Rable (1987). Mereka sepakat bahwa masalah ruang perlu diperhatikan bila menghendaki komunikasi efektif. Promosi informasi kesehatan yang dilakukan Kementerian Kesehatan bisa jadi akan berdampak lebih positif bila disiarkan melalui saluran TV yang tidak disiarkan di Yogyakarta (atau daerah bencana lainnya). Metro TV masih tetap bisa dipakai dengan catatan tayangan tersebut tidak dipertontonkan kepada para pengungsi yang sedang menderita lahir batin. Bagaimana mungkin Menteri Kesehatan bercerita tentang keberhasilan program sanitasi sementara di lokasi penampungan pengungsi, fasilitas sanitasi tidak tersedia secara memadai?

Bukannya akan mendapat nama harum karena tayangan Menuju Indonesia Sehat, Kementerian Kesehatan justru akan mendapat cibiran.

Pelembagaan Komunikasi Strategis di Eropa

Tugas Review Artikel Jurnal
Mata Kuliah: Teori Komunikasi Strategis

Pelembagaan Komunikasi Strategis di Eropa
Hasil Survey di 37 Negara
Ralph Tench, Piet Verhoeven, Ansgar Zerfass
International Journal of Strategic Communication (3: 147-164)
Routledge (2009)

Latar Belakang
Artikel ini didasarkan pada analisa hasil survei tahunan yang dilakukan European Public Relations Education and Research Association (EUPRERA), sebuah lembaga independen yang berkedudukan di Brussel, Belgia. EUPRERA bertujuan mendorong kemajuan ilmu dan praktik public relations di benua Eropa melalui kegiatan pendidikan dan penelitian. Survei tahunan EUPRERA dimulai tahun 2007, melibatkan puluhan ribu responden dari 37 negara, dan dipublikasikan di bawah judul European Communication Monitor (ECM). Analisa untuk bahan penulisan artikel ini menggunakan laporan ECM tahun 2008.

Pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab dari analisa ini terkait dengan institusionalisasi atau pelembagaan komunikasi strategis di Eropa:
  1. Apakah para manajer komunikasi sama dengan ‘tahanan’ yang frustasi di dalam lembaganya ataukah merupakan praktisi yang bebas dan terhormat, yang menempatkan diri sebagai bagian permanen dan penting dalam infrastuktur organisasi?
  2. Apakah para praktisi dan departemen komunikasinya menjadi bagian yang integral dengan organisasi, dan dengan demikian terlembagakan?

Tentang Metodologi
Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut, para peneliti menganalisa hasil survei ECM tahun 2008. Survei ECM sendiri bersifat kuantitatif. Kuesioner survei dikirim kepada sekitar 20.000 profesional komunikasi di seluruh Eropa melalui email dan juga disebar lewat asosiasi manajer komunikasi di tiap-tiap negara. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.000 responden berpartisipasi dalam survei, tetapi tidak semuanya menjawab kuesioner dengan lengkap. Agar konsisten dengan tujuan analisa dalam artikel ini, maka hanya jawaban lengkap yang dipakai. Responden yang tidak bekerja dalam lingkup manajemen komunikasi, juga dari kalangan akademisi dan mahasiswa, tidak dimasukkan. Pada akhirnya yang dianalisa hanyalah sebanyak 1,524 kuesioner, merupakan kuesioner yang dijawab lengkap oleh para responden, yaitu praktisi manajemen komunikasi dari sektor publik maupun swasta, termasuk organisasi non-profit.

Hasil Penelitian
Menjawab pertanyaan penelitian, analisa yang dilakukan terhadap ECM 2008 menunjukkan bahwa para praktisi komunikasi strategis bukanlah ‘tawanan’ karena mereka melakukan peran penyambung komunikasi antara organisasi dan lingkungannya, dibuktikan dengan kegiatan-kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan bagaimana komunikasi korporat ditempatkan lebih utama ketimbang komunikasi pemasaran/merek dan komunikasi dengan konsumen.

Dari apa yang dilakukan para praktisi manajemen komunikasi, dapat dikatakan mereka adalah praktisi yang fleksibel dalam mencari, menerima, memproses, dan memanfaatkan informasi dari berbagai sumber, baik internal maupun eksternal. Apa yang mereka lakukan dalam CSR dan komunikasi korporat merupakan contoh nyata bagaimana komunikasi strategis telah menjadi bagian integral dari organisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi strategis sudah terinstitusionalisasi.

Teori Hierarchy of Effects

Merupakan teori dalam dunia periklanan untuk menjelaskan langkah-langkah yang dilalui konsumen dalam membuat keputusan membeli suatu produk.

Teori ini terus berkembang. Argumen pembedanya terletak pada urutan langkah yang dilalui konsumen. Ada yang mulai dari pengenalan produk melalui informasi tersaji, dengan sample produk, dll.

Masing-masing pada dasarnya mirip yaitu mengandaikan terjadinya proses kognitif dan perubahan sikap dan tindakan pembelian.

1898: St. Elmo Lewis
Stair-step hierarchical framework
1. attract attention (menarik perhatian)
2. interest (menumbuhkan minat)
3. desire (menjadi keinginan)

Action-implicative discourse analysis
1. attract attention (menarik perhatian)
2. interest (menumbuhkan minat)
3. desire (menjadi keinginan)
4. act (membeli produk)

Contoh:
  1. Penjual pakaian di Tanah Abang teriak-teriak, “Boleh-boleh-boleh … .”
  2. Carrefour China menunjuk seorang staf berteriak-teriak mempromosikan produk (mengikuti kebiasaan di pasar tradisional China)
  3. Di Mangga Dua mall Jakarta: jual mainan anak-anak helikopter atau mobil remote control

1960: Robert Lavidge dan Gary Steiner
Tujuh langkah yang dilalui konsumen sebelum membeli produk:
1. unawareness,
2. awareness,
3. knowledge,
4. favourable attitude toward the product,
5. favourable attitude toward the brand,
6. desire and conviction
7. actual purchase

Ini merupakan langkah-langkah yang diikuti dalam mengiklankan produk dalam jangka waktu yang lama melalui berbagai jenis iklan (dikerjakan secara simultan: missal lewat televisi, pengenalan produk langsung di supermarket, pemberian goodybag dalam seminar, dll.)

Contoh: Iklan produk perawatan bayi (sabun, baby oil, bedak, dll.)

Russel Coney
Defining advertising goals for measured advertising results
1. Awareness
2. Comprehension
3. Conviction
4. Action

Mengukur efektifitas iklan tidak cukup dengan melihat hasil penjualan, tetapi dengan tujuan-tujuan komunikasinya.

William McGuire
Information processing model
1. Information presented (disajikan)
2. Information attended to (diperhatikan)
3. Information comprehended (dimengerti)
4. Information yielded to (diakui)
5. Information retained (disimpan)
6. Information acted on (dilaksanakan)

Contoh: sebagian besar iklan zaman sekarang mengikuti model ini.

Michael Ray et. al. (1970)
1. Learning model
a. Cognitive understanding (difikirkan)
b. Attitude development (dirasakan)
c. Action (dilakukan)

Contoh: Dalam membeli laptop, konsumen menimbang berbagai keuntungan dan kerugian setiap merek (kualitas, harga, purna jual, dll), diresapi, lalu dijadikan alasan memilih produk.

2. Dissonance-attribution hierarchy
a. Consumers behave or act (dilakukan)
b. Consumers develop feelings towards the brand as a result of their actions (dirasakan)
c. Consumers create cognitive arguments to support their behaviour (diresapi dan dicarikan alasan pembenar)

Contoh: Pakaian bermerek Nevada, murah (terjangkau bagi sebgain besar konsumen), monsumen membuktikan (misal produk bagus dan kuat), konsumen menjadi yakin (lalu membeli lagi)

3. Low-involvement hierarchy
a. Consumers act (dilakukan)
b. Consumers learn as a result (dipelajari)
c. Consumers develop feelings and attitudes (dirasakan dan disikapi)

Contoh: Membeli produk furniture Ligna, lalu dipelajari apakah sesuai dengan keinginan, keputusan akan membeli produk Ligna lagi.

Monday, 7 March 2011

Moral Reasoning

Ringkasan Artikel karya Dr. Charles K. Fink (Miami Center for Ethical Awareness - Miami Dade College)

Artikel ini membahas cara-cara logis (moral reasoning) dalam menjelaskan argumen di balik suatu pandangan atau pendapat tentang moral/etika. Ada penjelasan yang bagus ada pula penjelasan yang tidak bagus. Artikel ini juga memeparkan beberapa konsep logika dasar, dua jenis argumen moral, dan bagaimana mengenali kekeliruan-kekeliruan yang ada dalam argumentasi moral.

Konsep Dasar Logika dan Validitas

Contoh (Singer): karena penderitaan/kematian oleh sebab kelaparan, tidak punya tempat bernaung, atau tidak mendapatkan layanan kesehatan merupakan sesuatu yang buruk (1), sementara membeli pakaian (bukan untuk meperoleh fungsi agar tubuh terlindung dari rasa dingin, tetapi semata untuk penampilan) masih bisa dianggap secara moral tidak cukup penting, maka akan lebih baik menyumbangkan uang kita untuk mencegah penderitaan/kematian karena kelaparan, tidak memiliki tempat bernanung, atau tidak mendapatkan layanan kesehatan (3).

Pertanyaan: apakah penjelasan atau argumen ini bisa diterima? Jika premis (1) dan (2) benar, maka kesimpulan (3) pasti benar. Ini disebut argumen yang valid. Dengan demikian, dapat dikatakan apa yang dicontohkan Singer adalah argumen yang valid.

Tetapi ada juga yang premisnya bermasalah. Misal: apakah karena adanya resiko kematian karena jenis pekerjaan tertentu dan karenanya orang dilarang melakukan pekerjaan itu?

Tentu saja itu tidak benar. Maka dari itu, bila suatu argumen ingin disebut bagus, maka syaratnya harus lengkap: penjelasannya valid dan semua premis benar. Dalam kasus di atas, salah satu premis bermasalah.

Silogisme Moral

Merupakan argumen tentang suatu moral yang didasarkan pada prinsip umum moral. Misalnya dalam pernyataan berikut: (1) Adalah salah membunuh manusia tak berdosa. Melakukan eutanasia merupakan tindakan membunuh manusia tak berdosa. Dengan demikian, eutanasia adalah salah. (2) Adalah salah membunuh manusia tak berdosa. Melakukan aborsi merupakan tindakan membunuh manusia tak berdosa. Dengan demikian, aborsi adalah salah.

Kedua pernyataan tersebut didasarkan pada prinsip dasar moralitas bahwa membunuh manusia tak berdosa adalah salah. Itulah yang disebut silogisme moral.

Analogi Moral

Merupakan argumen moral yang didasarkan pada perbandingan antar kasus yang analogis. Analogi moral hanya bisa dilakukan bila kasusnya benar-benar sama.

Kasus Thomson (violist) – tidak sadar sistem peredaran darahnya disambungkan dengan perempuan BERBEDA dengan kasus aborsi yang dilakukan seorang perempuan (yang melakukan hubungan seksual secara sadar hingga hamil).

Kasus si perempuan hamil (Thomson) beda dengan kasus kehamilan akibat perkosaan. Dalam hal ini, malah dapat disamakan dengan kasus violist Thomson. Melepas saluran sirkulasi darah analogis dengan aborsi (dalam kehamilan akibat perkosaan).

Kekeliruan dalam Argumen Moral

Merupakan argumen moral yang secara logis cacat karena dasar perbandingan adalah hal-hal terkait dengan alam, orang, tradisi, agama, dll. Dijelaskan dengan contoh di bawah ini:

Alam: Manusia pada dasarnya adalah pemakan daging. Jadi, tidak salah kalau makan daging babi atau sapi. Ini keliru karena tidak ada hubungan konseptual antara sifat alamiah (how things are) dengan moralitas (how things ought to be).

Manusia: Hisap mariyuana boleh, bahkan di Amerika ada dasar pembolehannya kok. Ini keliru karena didasarkan pada fakta tentang banyaknya orang yang mengisap mariyuana. Padahal tidak semua yang dilakukan banyak orang pasti benar. Dalam bentuk lain, sesuatu itu tidak otomatis benar hanya karena banyak orang percaya kebenarannya.

Tradisi: Menurut tradisi, perkawinan adalah antara laki dan perempuan. Jadi, perkawinan antar sesama jenis tidak benar. Ini keliru karena dilakukan terus menerus dalam waktu yang lama bukan berarti pembenaran.

Argumentum ad Hominen: Kamu juga sering telat, kok aku saja yang disalahin!

Slippery Slope: Ketakutan karena membolehkan hal baru akan berakibat menjalar pada yang lain. Misal membolehkan perkawinan sejenis akan menyebabkan pembolehan poligami atau polyamory atau bahkan perilaku kebinatangan.

Agama: Hukuman mati boleh karena ada disebut dalam Bibel. Masalahnya, di dunia ini ada banyak agama. Agama mana yang benar? Tak seorangpun tahu. Perbedaan pendapat tentang benar dan salah dalam satu agamapun tidak bisa dihindarkan.

Sunday, 9 January 2011

10 Januari 2010

Ini adalah hari pertama kuliah catur wulan 2. Entah apa yang ada di depan. Tetapi nampaknya pompaan semangat diperlukan untuk mengembalikan pikiran ke buku. Biasalah, setelah liburan panjang yang lebih didominasi 'doing nothing', semua akan kembali ke alam alam buku dan tugas kuliah.

Kembali berkutat dengan rutinitas lama. Itu yang saat ini terpampang di depan mata. Tidak boleh lupa bilang ke Bi Syar untuk nungguin anak-anak mulai jam setengah 6 sore. Kuliah, mencatat, bertanya, manggut-manggut, ketawa ngakak, ngantuk, bercanda sama teman, izin pipis dan ambil kue, nyoplong waktu sedikit mampir ke perpustakaan liat-liat buku.

Selepas kuliah ngobrol satu dua dengan teman-teman, tentang masalah kuliah atau curhat urusan keluarga dan pekerjaan. Tentunya satu dua rokok. Pulang, dan kalau ada, kasi oleh-oleh snack ke Aya lalu gelandang anak-anak supaya tidur. Tak lupa nanyain apakah PR sudah selesai. Lalu ikut tertidur, mencemaskan tugas kuliah besok saja.

Selamat datang Cawu 2. Moga kami bisa kuliah dengan lebih baik. Bikin tugas tak molor. Baca buku dan artikel lebih banyak. Jangan lupa mulai mikirin tugas akhir ..