Senang sekali membaca Bab 7 buku "
The Basics of Communication Research" tulisan Leslie A. Baxter dan Earl Babbie (Wadsworth - 2004). Bagian awal bab yang diberi judul "
The Logic of Sampling" itu bercerita tentang asal mula teknik
sampling dalam penelitian komunikasi.
Adalah
Literary Digest, majalah berita populer di Amerika (1890-1938), yang pada tahun 1920 melakukan
polling untuk memprediksi pemenang pemilihan presiden di Amerika, antara kandidat Warren Harding dan James Fox.
Kartu pos dikirim kepada responden yang dipilih dari buku kuning dan data kepemilikan mobil.
Digest sukses menebak Harding jadi presiden. Kesuksesan berlanjut untuk 3 periode
polling berikutnya (1924, 1928, dan 1932) tetapi gagal pada 1936 ketika Roosevelt (
incumbent) bertarung melawan Alf Landon.
Salah satu penjelasan sebab kegagalan tersebut adalah pada
sampling frame yang digunakan, dalam hal ini pemilik pesawat telepon dan pemilik mobil - kelompok masyarakat yang tergolong makmur. Teknik
sampling tersebut tidak memasukkan kelompok miskin Amerika yang dalam kondisi depresi ekonomi saat itu lebih memilih Roosevelt yang berkampanye dengan program "
New Deal" - sebagai respon terhadap dampak resesi ekonomi melalui apa yang dikenal dalam sejarah dengan sebutan
"3 Rs" - relief, recovery and reform: bantuan bagi para penganggur dan rakyat miskin, mengangkat kembali ekonomi Amerika ke level normal, dan reformasi sistem finansial untuk mencegah gelombang depresi selanjutnya. Dalam kondisi bangsa Amerika saat itu,
New Deal merupakan kampanye yang ciamik.
Yang sukses meramalkan kemenangan Roosevelt adalah Gallup -
American Institute of Public Opinion. Gallup menggunakan teknik
quota sampling dimana responden dipilih berdasarkan karakteristik populasi yang diteliti: proporsi laki-laki, proporsi perempuan, proporsi berdasarkan variasi pendapatan, usia, dll. Dengan
quota sampling, Gallup meneruskan sukses dalam
polling tahun 1940 dan 1944.
Tahun 1948, Gallup dan hampir semua lembaga
polling di Amerika salah prediksi. Mereka meramalkan Truman kalah. Yang terjadi sebaliknya. Truman menang atas kandidat Thomas Dewey. Kegagalan tersebut dijelaskan sbb: (1) sebagian besar lembaga
polling menghentikan analisa pada bulan Oktober pada saat grafik Truman terus menunjukkan kestabilan, (2) banyak pemilih yang masih belum memutuskan pilihan selama masa-masa kampanye tetapi kemudian pilih Truman ketika sudah berada dalam bilik suara, (3) sample tidak representatif (ini adalah penyebab utama).
Quota sampling menjadi penyebab kegagalan Gallup tahun 1948 tersebut. Dalam teknik ini, peneliti diharapkan tahu tentang total populasi. Data total populasi diperoleh dari hasil sensus penduduk. Gallup menggunakan data sensus tahun 1940 sementara pada tahun-tahun sekitar 1948 terjadi urbanisasi besar-besaran di seantero Amerika karena terjadinya Perang Dunia II. Penduduk kota cenderung memilih Demokrat (Truman) sehingga terjadi over-representasi pemilih rural yang sekaligus berarti under-estimasi pemilih Demokrat.
Menarik bukan?
Lebih sip lagi kalau menelaah apa yang terjadi tahun 2000 lalu ketika Bush menang melawan Al Gore. Tapi maaf, aku gak bisa jelasin lebih mendetail. Aku gak paham apa yang dimaksud dengan
3-4 percentage points yang merupakan fenomena dalam
polling tahun itu. Ada yang bisa bantu?
Tetapi ada satu yang aku pelajari dari membaca bagian awal Bab 7 ini, dan ini bagiku sungguh menakjubkan. Apa itu? Hanya dengan wawancara kurang dari 2000 orang, lembaga
polling bisa memprediksi kecenderungan pilihan lebih dari 100 juta pemilih. Wow! Hanya 2000? Untuk 100 juta pemilih? Caranya? Hmmm .. kayaknya kudu baca semua bab dalam buku ini supaya tahu jawabannya ...
Satu lagi: ada faktor-faktor yang 'kelupaan' (misal: dalam konteks Amerika - urbanisasi besar-besaran sekitar tahun 1948 yang merubah data sensus 1940) yang kemudian alfa dipertimbangkan dalam penentuan
sample. Dari sini aku pelajari kesuksesan penelitian ternyata terpulang pada cara penentuan
sample. Bener gak ya?
Ayoooo .. sekarang pada bacaaaa .... :)