Tuesday 5 October 2010

Beda S2 di Luar Negeri dengan di Semarang

Aku membayangkan kuliah S2 di luar negeri bisa jadi sangat berat dibandingkan dengan di Semarang (baca: dalam negeri). Luar negeri tidak mesti Eropa atau Amerika. India dan Filipina juga merupakan tantangan tersendiri bagi para pelajar.

Kendala bahasa akan selalu menjadi yang terberat. Bagaimanapun, kemampuan Bahasa Inggris (speaking, listening, writing, dan reading) merupakan syarat mutlak. Akan sangat menyusahkan bila harus mendengarkan dosen atau diskusi di kelas dengan kemampuan Bahasa Inggris yang pas-pasan. Harus konsentrasi penuh (baca: mengernyitkan kening) bila tak mau kehilangan jejak. Kalau vokal dosennya jelas, mungkin kita akan terbantu, tetapi beberapa penutur Bahasa Inggris berbicara seenak udele dhewe, bawa-bawa dialek kampungnya atau terpengaruh bahasa ibunya (mother toungue) yang kebetulan bukan English. Doi dari Jamaika!

Kuliah di Semarang tentunya jauh lebih memudahkan. Mendengarkan kuliah sambil SMS-an atau ketik email masih bisa kita lakukan. Dengar samar-samar dari luar, karena sedang merokok di bawah jendela (hehehe), juga masih bisa mengerti materi perkuliahan.

Bayangkan kalau kuliah di Amerika. Bahasa akan menjadi penghalang dalam berbicara dengan teman sekelas, tanya kejelasan tugas, tanya buku referensi. Mungkin yang ini agak mudah karena teman mestinya paham bila Bahasa Inggris kita kurang mantab. Tetapi mungkin dampaknya stressing bila gak bisa ikut guyon, melontarkan seloroh atau sekedar joke, bisanya cuma mesem-mesem, ngerti tapi tak bisa membalas. Oh... rasanya bakal berat di hati.

Kuliah di Semarang, mestinya juga lebih mudah. Buku terjemahan banyak. Kios fotokopi berceceran di daerah seputar kampus. Tak paham dengan hal tertentu, dengan mudah tanya dosen atau teman lain, tanpa kendala bahasa. Di Belanda, terjemahan buku pegangan kuliah barangkali memang ada. Tetapi dari Bahasa Inggris ke Bahasa Belanda! Tambah mumet bukan?

Kendala lain kuliah di luar negeri adalah perbedaan budaya. Kuliah di Semarang, seorang dari Lombok tak perlu banyak adaptasi. Sama-sama orang Indonesia. Tetapi bila kuliah di Australia, hmm .. kebayang deh berbagai kekagetan budaya (cultural shocks) kalau tak arif bersikap. Cipika cipiki adalah hal lumrah di Sydney. Bahkan pemandangan seorang mahasisi bergelayutan (kadang lebih dari sekedar gelayutan) di pelukan seorang mahasiswa lain (mereka memang pacaran) bukan hal yang jarang. Pakaian mahasiswa di musim semi atau musim panas menebarkan pemandangan 'indah.' Bagi yang suka 'menundukkan pandangan,' dituntut untuk lebih sabar lagi.

Ada hal lain yang menurutku paling berat, yaitu dalam masa-masa matrikulasi. Bagi mahasiswa dengan latar belakang S1 yang sama dengan S2 yang diambilnya, maka masa ini akan dapat dilewati dengan relatif lebih mudah. Yang dari jurusan lain memerlukan energi ekstra: membaca bergunung-gunung buku supaya bisa memahami apa yang menjadi the big picture dari program kuliah yang dia ambil. Pelajaran teori, filsafat, dan ilmu-ilmu dasar lainnya, biasanya diberikan pada perkuliahan awal. Kalau tidak mudeng, bakal susah. Untuk mudeng filsafat ilmu kuliah ilmu komunikasi di Mikom UNDIP, seorang mahasiswa perlu sekurangnya 5 buku (apa iya? heheh . perlu diuji nich kebenaran angka 5). Di luar negeri, kalau tak bergunung-gunung, minimal berbukit-bukit deh ...

Tetapi ..

Nih ada tetapinya. Kuliah S2 di luar negeri tetap sangat menarik bagi kebanyakan mahasiswa Indonesia. Bahkan mahasiswa S2 yang sedang kuliah di Semarang, contohnya saya hehehe, mau-mau saja meninggalkan Semarang kalau ada kesempatan sekolah di Amsterdam atau Melbourne.

Mengapa?

1. Jamin deh .. setamat kuliah di luar negeri (terutama di negara-negara dengan bahasa pengantar Inggris), bahasa Inggris kita akan lancaaar. Juga akan lebih pede. Wong sehari-hari yo ngomong londo! Gimana gak lancar?

2. Pengalaman (TERPAKSA) baca buku lebih banyak bisa kita rasakan kalau kuliah di Bonn. Untuk matrikulasi dan supaya bisa mengikuti perkuliahan, kita dipaksa baca buku, jurnal, artikel, dll. dll. Di Semarang, bisa juga siih .. tapi .. kadang (TERPAKSA) tidak sebanyak di luar negeri.

3. Keren (1). Kan kuliah di luar negeri! Jebolan Universitas Prancis! Beda dikit dengan jebolan universitas something di Semarang!

4. Keren (2). Kan pernah tinggal di Paris. Juga jalan-jalan keliling Eropa pas liburan. Lihat Stadion Sepak Bola tempat Lionel Messi berlatih di Barcelona, Spanyol, sisa-sisa kejayaan Islam di Istambul, naik gondola di Venice, lihat jejak dimana buku Huckleberry Finn tulisan Mark Twain pertama kali diterbitkan di London, mengukur kecondongan Menara Pisa di Italy. Keren bukan? Kalau kuliah di Semarang, paling jauh jalan-jalannya ke Borobudur! Itupun plus dikejar-kejar penjual asongan yang menjajakan topi berlabel Borobudur!

5. Terbiasa kuliah S2 di negeri asing, barangkali akan memudahkan cari beasiswa buat S3. Dan kalau sudah dapat, kuliah S3 mungkin akan lebih mudah. Udah terbiasa belajar dengan cara-cara di luar negeri.

Ada yang mau nambahin?

No comments:

Post a Comment