Thursday 23 September 2010

Komunikasi Massa dan Berbagai Isu Menarik

Pelajaran ketiga dalam program kami adalah Perspektif dan Teori Komunikasi Massa. Tim dosen dipimpin Dr. Turnomo Rahardjo. Pada pertemuan 2 malam lalu, banyak sekali informasi baru yang aku dapatkan mengenai teori komunikasi yang daat dipakai meninjau aktifitas komunikasi massa.

Beberapa diantaranya sbb:
  • Tradisi Semiotika: Jean Baudrillard and the Semiotics of Media.
  • Tradisi Sibernetika: Public Opinion and the Spiral of Silence.
  • Tradisi Sosiopsikologi: The Effects Tradition; Uses, Gratifications, and Dependency; Cultivation Analysis.
  • Tradisi Sosiokultural: Medium Theory; The Agenda-Setting Function; Social Action Media Studies.
  • Tradisi Kritikal: Branches of Critical Media Theory.
  • Classical Marxism.
  • Political-Economic Media Theory.
  • The Frankfurt School.
  • The Hegemonic Theory.
  • The Sociocultural Approach.
Apa dan bagaimana penjelasan masing-masing teori belum dapat aku sampaikan di sini berhubung keterbatasan pemahaman. Aku berharap seiring perjalanan perkuliahan, pemahamanku akan bertambah. Amiiin.

Tentang komunikasi massa itu sendiri, dapat diartikan sebagai suatu proses dimana organisasi-organisasi media memproduksi dan mentransmisikan pesan-pesan kepada publik, proses dimana pesan-pesan tersebut dicari, digunakan, dipahami, dan dipengaruhi oleh khalayak.

Definisi tersebut sesuai dengan kajian utama dari komunikasi massa yaitu media.

Media sendiri dibedakan menjadi 4 jenis:
  1. Media komersil (televisi dan radio swasta)
  2. Media publik (TVRI dan RRI)
  3. Media berlangganan (seperti Indovision, Telkomvision)
  4. Media komunitas (jarak jangkauan siar maksimal 2 km, misal radio kampus)
Untuk buku pegangan perkuliahan, Dr Turnomo menyarankan mahasiswa memiliki McQuail's Mass Communication Theory (Edisi ke-6) buah karya Denis McQuail yang diterbitkan Sage Publications (2010). Copy yuuks! hehehe.

Ada beberapa hal menarik yang sempat aku catat dari kuliah 2.5 jam tanggal 22 September tersebut, beberapa hal yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan komunikasi massa, tetapi mungkin dapat jadi bahan renungan:
  1. Secara konseptual, media adalah ruang publik yang dapat dipakai sebagai wahana untuk dialog antar komponen bangsa yang setara (kenyataan di negeri ini berkata lain).
  2. Televisi atau radio beroperasi menggunakan gelombang elektromagnetik yang merupakan ruang publik, sehingga selayaknya mereka tidak semena-mena dalam menggunakan gelombang. (Apa arti semena-mena? perlu tambahan penjelasan ...)
  3. Media penyiaran tidak boleh bersifat partisan (dalam kenyatannya ternyata beda).
  4. Ada keharusan sesuai undang-undang bahwa media tidak boleh melakukan penyiaran secara nasional (nationwide), tetapi harus berjaringan. Bagi media besar, ini berarti ancaman kue iklan harus dibagi-bagi dengan daerah, bukan sesuatu yang membuat mereka senang.

Beberapa kenyataan berikut mungkin dapat pula jadi bahan pemikiran:
  1. Mengapa para terdakwa koruptor muncul berbaju koko dan berpeci hitam ketika maju ke ruang sidang pengadilan?
  2. Mengapa ada artis perempuan yang diisukan berkelakuan kurang pantas tampil berkerudung saat jumpa pers?
  3. Mengapa lembaga penyiaran publik mati suri? Selain dana operasi yang kurang, juga terkait masalah sumberdaya yang a) terlalu banyak namun kurang kualitas - peninggalan Departemen Penerangan dulu, sementara melakukan rasionalisasi pegawai perlu dana yang tidak sedikit; 2) peralatan siar yang sudah tak layak guna: bandingkan dengan peralatan digital sekarang yang cukup dioperasikan beberapa orang saja, c) atau (ini dari teman kuliah - Lusi) karena beban mandat yang terlalu berat sebagai 'pemersatu bangsa' atau 'penjaga bahasa nasional'?
  4. Fenomena di Yogyakarta dan Semarang dimana halaman kantor TVRI dijadikan sebagai ajang bursa mobil bekas.
  5. Ada informasi bahwa gaji seorang penyiar radio di Semarang (pernah kuliah Komunikasi di UNDIP) hanya Rp. 20.000 sekali tampil, lalu wartawan (juga pernah belajar di UNDIP hanya sekitar Rp. 900.000, kurang dari Upah Minimum Kabupaten!)
  6. Isu jurnalisme kloning - karena keterbatasan sumberdaya, biaya, dan waktu, satu berita yang sama (hanya dengan copy-paste) muncul di beberapa media
Renungan terakhir:
Dalam teori, terdapat 3 pilar demokrasi: eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Media ditengarai sebagai pilar ke-4. Tapi bila pilar ke-4 ini belum layak dijadikan pilar (karena digerogoti berbagai masalah seperti halnya di Indonesia), siapa yang bisa diharapkan memperkuatnya? Jawaban: kelas menengah. Tetapi belakangan ada pula yang bilang kelas menengah Indonesia sudah hilang .. nah .. lalu siapa yang bisa menjadi pendukung, penyokong, atau bahkan berperan sebagai pilar ke-4? Walloohua'lam .. hehehe.

No comments:

Post a Comment