Tuesday 28 September 2010

Teori Hofstede tentang Barat dan Timur

Dari Wikipedia aku temukan penjelasan tentang Hopstede, sosiolog organisasi berkebangsaan Belanda yang banyak menelurkan karya mengenai interaksi antar budaya.

Gerard Hendrik Hofstede (born 3 October 1928, Haarlem) is an influential Dutch organizational sociologist, who studied the interactions between national cultures and organizational cultures. He is also an author of several books including Culture's Consequences[1] and Cultures and Organizations, Software of the Mind, co-authored with his son Gert Jan Hofstede.[2] Hofstede's study demonstrated that there are national and regional cultural groupings that affect the behaviour of societies and organizations, and that these are persistent across time.

Yang diobrolin tanggal 27 September lalu, di kelas Dr Turnomo Rahardjo, adalah perbedaan budaya Barat dan Timur menurut Hofstede. Barat diartikan sebagai Amerika dan Eropa, sementara Timur diartikan kita-kita ini, misal: mahasiswa dari Semarang. Berikut sekelumit hasil obrolan:

1. Barat lebih individualistic (lebih mengedepankan AKU ketimbang KITA yang digemari masyarakat Timur atau collectivism).

Dalam budaya Barat, seorang Rafael Nadal akan bilang, "Saya berhasil menjuarai Grand Slam karena saya kerja keras!"

Seorang Joko Suprianto (atlet bulutangkis - kalau ada yang gak kenal) bilang keberhasilannya adalah karena tim pelatih dan keluarga yang memberikan dukungan.

2. Low context merupakan ciri budaya Barat. Bicaranya lugas. Seseorang dalam budaya low context bisa bilang "Saya tidak setuju pendapat anda karena saya melihat kelemahannya." Di Indonesia, lebih high context dimana pendapat disampaikan agak muter-muter, tidak to the point.

Dalam budaya low context, diterapkan low uncertainty avoidance atau menghindarkan hal-hal yang tidak jelas. Misal, kalau bikin janji pertemuan, jamnya ditentukan jelas. "Rapat jam 9 pagi!" beda dengan "Oh ya, ntar ketemuan abis Magrib ya ..." Jam gak jelas ...

3. Barat lebih bersifat masculine (nature) sementara Timur lebih feminine (nurture) atau mengedepankan harmoni.

Memahami dikotomi Hofstede ini akan mengarahkan kita pada perlunya komunikasi antar budaya atau inter-cultural communication yang mempersyaratkan pemahaman dan apresiasi terhadap budaya lain. Kunci komunikasi adalah inter-cultural negotiations untuk mengurangi atau menghilangkan potensi konflik.


No comments:

Post a Comment